Pekan Kondom Nasional - Setelah sempat menjadi kontroversi beberapa hari, akhirnya pelaksanaan PKN
dibatalkan. Ada banyak pihak yang merasa keberatan dan sangat tidak mendukung
dengan adanya kegiatan PKN ini. Ada logika berpikir sesat yang hendak
dipaksakan dalam agenda pelaksanaan PKN. Mau menyelamatkan manusia dari
HIV/AIDS, tapi sebenarnya justru bisa memicu bertambah banyaknya daftar
penderita penyakit tersebut.
Ada tulisan menarik dari
dr. Dewi Wulandari yang berjudul “Pembagian Kondom
pada Masyarakat Umum: Anomali Berpikir?” dan dimuat dalam Islampos.com.
Saya sangat suka dengan tulisan itu sehingga saya ingin membaginya dengan anda
pada pembaca di sini. Berikut ini tulisan beliau tentang PKN itu.
Minggu-minggu penghujung tahun 2013 sepertinya akan menyisakan beberapa
evaluasi besar di dunia kesehatan. Salah satu yang memicu reaksi keras di
masyarakat adalah perihal pengadaan PKN a.k.a Pekan Kondom Nasional, yang akan
berlangsung 1-7 Desember 2013.
Kegiatan PKN ini diinisiasi oleh KPAN (Komisi Penanggulangan Aids
Nasional) dan DKT (perusahaan penyedia produk kondom). Kegiatan ini semakin
memilukan ketika dalam penyelenggaraannya digunakan mobil yang memuat gambar
artis ibukota dengan busana yang tidak sepatutnya, belum lagi mobil ini
menjalankan aksinya dengan masuk ke salah satu perguruan tinggi ternama di
Yogyakarta tanpa izin. Rasanya cara yang digunakan terlalu aneh untuk
kegiatan dengan tujuan baik, mencegah angka HIV/AIDS yang semakin meningkat di
Indonesia.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang
sistem imun dan berdampak melemahkan sistem keamanan tubuh terhadap serangan
infeksi dan kanker. Tahap paling lanjut dari ini adalah AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome). Penyakit ini penting untuk dicegah
penyebarluasannya karena dampak besar yang diakibatkan, jumlah orang yang
meninggal akibat HIV/AIDS secara global mencapai 1,7 juta jiwa pada tahun 2011.
Belum ada pengobatan spesifik untuk HIV/AIDS, pengobatan dengan obat anti
retroviral (ARV) dapat mengontrol virus HIV sehingga kualitas hidup ODHA (Orang
Dengan HIV/AIDS) dapat lebih baik. HIV/AIDS memiliki empat jalur penularan
(transmisi) yaitu hubungan seksual dengan orang yang berisiko sebagai faktor
penyumbang terbesar penularan yaitu 75%; transfusi darah; penularan dari ibu ke
anak saat hamil, melahirkan, dan menyusi; serta melalui jarum suntik yang
terkontaminasi. Data mengenai kondisi ODHA di Indonesia juga memilukan,
mencapai 27197 kasus pada tahun 2012.
Kasus HIV/AIDS mengalami pergeseran pola, dimana pada tahun 2006 kelompok
terbesar penyandang berada pada pengguna jarum suntik, namun di tahun 2011
kelompok terbesar ada pada kelompok heteroseksual. Kelompok heteroseksual ini
apabila dirinci lagi ternyata sebagian besar menginfeksi kelompok Ibu Rumah
Tangga (IRT). Disinyalir, IRT mendapatkan ini dari suami mereka yang memiliki
perilaku suka “jajan”. Data ini mungkin yang kemudian melahirkan gagasan
segolongan pihak untuk memotong cepat penularan HIV/AIDS yang ada dengan
menyebarkan kondom.
Melirik perilaku ini, mengingatkan pada bagaimana HIV/AIDS ini pertama
kali ditemukan. HIV/AIDS ini ditemukan pada Juli 1981 pada sekelompok orang gay
di kota New York dan California. Jadi, penyakit ini lahir dari anomali
hukum alam. Penyakit ini lahir dari mereka yang berperilaku seksual menyalahi
fitrahnya. Manusia sudah dibekali seperangkat kemampuan untuk dapat berperan
baik dalam menjalankan berbagai tugasnya.
Tubuh manusia dirancang berperan baik saat digunakan untuk tujuan-tujuan
yang baik, dan secara otomatis ketika manusia melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan fitrah, tubuh manusia akan “mengingatkan”. Misalnya, ketika
mengalami stres berkepanjangan, pada saat itu tubuh menghasilkan zat-zat yang
dapat merusak. Tuhan sudah memperingatkan manusia untuk tidak berputus dari
rahmat-Nya. Konsekuensi dari pengingkaran ini dirasakan oleh manusia itu
sendiri. Begitu pula, ketika Tuhan sudah mengatakan bahwa hubungan suami-istri
yang dilakukan dalam kerangka pernikahan mendatangkan pahala, dan hubungan zina
akan mendatangkan mudharat. Lalu, apa yang terjadi pada masyarakat kita?
Mencerca poligami dan mengelu-elukan zina.
Mungkin pemakaian kondom dapat membantu mengurangi penularan HIV/AIDS,
tapi yang perlu menjadi catatan adalah untuk siapa ia ditujukan. Ketika ia
ditujukan di hadapan umum, maka yang tercitrakan adalah dukungan besar-besaran
ke arah seks bebas. Program pemakaian kondom ini harusnya dibatasi pada
suami/istri yang terinfeksi positif HIV/AIDS dan ingin melindungi pasangannya
dari infeksi ini.
Ketika kondom ini dipromosikan besar-besaran apalagi ke masyarakat umum,
tak lain seperti menciptakan lingkaran setan yang tak pernah putus. Penyakit
ini bermula dari anomali, lantas bagaimana ia dapat berkurang jika anomali ini
tetap dipertahankan. Lalu bagaimana untuk mengatasi risiko penularan HIV yang
terjadi pada kelompok orang-orang yang suka melakukan seks bebas di luar
pasangannya? Kita membutuhkan kerjasama berbagai pihak untuk mengatasi ini.
Sudahkah kita menengok (baca: peduli) pada saudara-saudara di sekitar kita apa
yang sebenarnya menjadi kesulitan mereka? Belum lagi penawaran kondom pada
mereka yang memiliki hobi “jajan” juga tidak mendatangkan jaminan bahwa mereka
akan menggunakannya, ditambah lagi kondom untuk pria mudah rusak apabila tidak
disimpan dengan baik.
Dalam andaian saya, akan lebih baik uang yang digunakan dalam PKN ini
diberdayakan untuk bidang penelitian. Misalnya, penelitian pengembangan
penggunaan ARV (Anti Retro Viral) yang semakin menemukan titik cerah untuk
membantu ODHA meningkatkan kualitas hidupnya. Pemberian ARV sedini mungkin
dapat memperpanjang hidup dan menurunkan transmisi dari orang yang terinfeksi
ke orang yang sehat. Atau dana yang sama dapat digunakan untuk mencukupi
kebutuhan ARV sehingga berita mengenai terbatasnya ARV ini tidak kita dapatkan
lagi.
Belum lagi, kita membutuhkan teknik diagnosa yang semakin canggih untuk
dapat mendeteksi keberadaan virus ini secepat mungkin. Harapan ini terlihat
titik terangnya, salah satunya melalui rapid oral test yang
dapat memperpendek waktu diagnosa HIV/AIDS dari yang biasanya 2 minggu menjadi
20 menit. Akan ada banyak peluang penelitian di bidang ini, tapi sekali
lagi, penelitian di bidang ini mungkin akan mengurangi keuntungan pihak-pihak
terkait. Wallahu’alam bishowab.
0 comments:
Post a Comment