Permasalahan tersebut sampai juga kepada Syekh Muhammad
Saleh Munajjid. Dan inilah jawaban dari beliau tentang pertanyaan itu:
Alhamdulillah. Apa yang Anda telah dengar dari saudara
tersebut adalah tidak benar. Bersetubuh pada malam dan siang hari raya Id
adalah diizinkan, tidaklah haram kecuali pada siang dalam bulan Ramadan dan
saat didalam ihram Haji dan Umrah, dan ketika wanita datang haid atau keluar
darah setelah melahirkan (nifaas). Allah mengetahui yang sebaiknya.
Adapun jima pada hari-hari lain yg dinyatakan oleh saudari
itu, tidaklah saya ketemukan dengan dalil yang sahih. Namun begitu tidak saya
katakan ketika tidak saya temui, maka tidak ada akan dalil itu. Saya hanya
menjawab pertanyaan saudari sejauh yang saya tahu. Jika saudari bertanya kepada
yang lain, kemungkinan jawabannya berbeda. Tapi harus diingat agar diminta sekali
nas dan dalil akan jawabannya. Kemudian memberitahukan kembali kepada saya dan
insya Allah saya akan komentar.
Berbalik kepada persoalan saudari. 3 kondisi haram berjima
yg diberikan di atas memiliki dalil yang jelas.
Yang pertama: Dalil haram berjima pada siang didalam bulan
Ramadhan.
"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa, bercampur
dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan
nafsumu, karena itu, Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan
makan minumlah kamu, hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu
campuri mereka itu, sedangkan kamu beriktikaf alam masjid. Itulah larangan
Allah, maka janganlah kamu mendekatinya ... "(Qs Al-Baqarah: 187).
Yang kedua: Haram bersetubuh ketika dalam ihram.
(Waktu untuk mengerjakan ibadah) haji adalah beberapa bulan
yang telah ditentukan. Karena itu siapa yang telah mewajibkan dirinya (dengan
niat mengerjakan) haji, maka tidak dapat mencampuri istri dan tidak dapat
membuat maksiat dan tidak bisa bertengkar, dalam masa mengerjakan haji. Dan
kebaikan apa saja yang kamu kerjakan adalah diketahui oleh Allah dan hendaklah
kamu membawa bekal dengan cukupnya karena sesungguhnya sebaik-baik bekal itu
adalah memelihara diri (dari keaiban meminta sedekah) dan bertakwalah kepadaKu
wahai orang-orang yang berakal (yang dapat memikir dan memahaminya) . [Surah Al-Baqarah-197]
Yang ketiga: Dalil haram berjima pada saat haid dan nifas.
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: Haid
itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
Hadits menerangkan ayat di atas
"Saya hanya perintahkan kepadamu supaya kamu tidak
menyetubuhi mereka ketika mereka itu dalam keadaan haidh; dan saya tidak
menyuruh kamu untuk mengusir mereka dari rumah seperti yang dilakukan oleh
orang ajam. Ketika orang-orang Yahudi mendengar penjelasan ini, kemudian mereka
berkata: si laki-laki ini (Nabi Muhammad) berarti tidak akan membiarkan
sedikitpun dari urusan kita, melainkan ia selalu menyalahinya. "
Deskripsi hukum haram yang kedua:
Perempuan yang sedang dalam nifas adalah seperti hukum
perempuan yang haidh di dalam masalah ini.
Menurut jumhur ulama tidak bisa (dilarang) menyetubuhi istri
sampai setelah putus haidhnya dan mandi junub.
Sedangkan Hanafi, suami bisa menyetubuhi istrinya setelah
darahnya putus, sekalipun belum mandi junub lagi.
Hukum istimta dengan istri yang sedang haidh
Tidak mengapa memeluk istri yang sedang haidh, menyentuh, mencium
dsbnya, yaitu pada selain dari anggota di antara pusat dan lutut. Hal ini
disepakati oleh semua ulama.
Wallahu a’lam bisshowab…
0 comments:
Post a Comment