Mayat Berjalan. Mendengarnya saja tentu kita sudah ngeri,
meski kita semua adalah juga para calon mayat. Tapi Indonesia yang dihuni berbagai
etnis memang terkenal dengan upacara bersifat mistik dan kadang terdengar aneh.
Diantara adat unik tersebut adalah ritual 'mayat berjalan' yang disebut Ma'nene
yang masih dianut etnis Baruppu yang mendiami Tana Toraja di Sulawesi Selatan.
Etnis pribumi yang mendiami kawasan Pegunungan Sesean ini
menganggap semangat anggota keluarga yang telah mati akan tetap bersama anggota
keluarga yang masih hidup. Karena itu, mereka sangat menghormati mayat.
Menurut ketua masyarakat Baruppu, Pongtiku, Ma'nene
merupakan ritual khusus untuk memuliakan mayat dan mengenang jasa si mati. Ia
diadakan setiap tiga tahun sekali.
"Ahli Waris si mati akan menurunkan peti anggota
keluarga mereka dan melakukan beberapa ritual khusus untuk memuliakan mayat.
"Mayat kemudian dibersihkan, dibawa berjalan pulang ke
rumah dan dipakaikan pakaian baru," katanya.
Upacara Ma'nene dipercaya mulai dilakukan ratusan tahun
sebelumnya oleh seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek.
"Satu hari, ketika Pong berburu di hutan lebat, dia
melihat kerangka mayat. Karena simpati dengan kondisi mayat yang tidak terurus,
dia membungkus mayat tersebut dengan baju yang dipakainya.Setelah itu, mayat
itu diletakkan di tempat yang lebih layak.”
"Sejak itu, rezeki Pong melimpah-ruah. Setiap
kali keluar berburu, dia tidak pernah pulang dengan tangan kosong, bahkan hasil
tanamannya semakin menjadi-jadi juga.
"Pong juga dikatakan sering diberitahu di mana tempat
persembunyian hewan buruan oleh mayat yang pernah dibantunya itu.
"Sejak itu, Pong beranggapan, mayat yang sudah tinggal
tulang-belulang juga harus dimuliakan dan itu adalah amanatnya yang menjadi
pegangan kaum Baruppu hingga hari ini," jelas Pongtiku.
Bagi waris yang mau melakukan upacara ma'nene, persiapan
dilakukan sejak pagi-pagi.
Seperti Tumonglo, seluruh keluarganya akan berkumpul di
rumah sehari sebelum ma'nene untuk membuat persiapan.
"Sebelum mayat dibawa pulang ke rumah, kami harus
menyembelih kerbau dan babi terlebih dulu.
"Upacara ini dirayakan bukan saja sesama keluarga
tetapi dengan seluruh penduduk desa," ujarnya.
Jelas Tumonglo lagi, meskipun ada di antara anggota keluarganya
sudah memeluk agama Kristen, mereka masih kuat berpegang pada adat Baruppu.
"Mereka tetap hadir untuk menghormati upacara ini. Meskipun
tidak terlibat secara langsung, setidaknya mereka masih datang untuk merayakan
anggota keluarga yang telah meninggal dunia, "katanya.
Selesai menyembelih kerbau dan babi pada awal pagi, sebagian
besar anggota keluarga akan pergi ke area pekuburan di tebing gunung batu
Tunuan untuk menunggu peti milik kakek Tumonglo yang meninggal dunia tahun lalu
untuk dibawa turun.
"Kerja menurunkan peti dilakukan secara berhati-hati
untuk menghindarinya dari terjatuh. Setiap kelalaian dapat merusak kondisi
mayat di dalamnya, "ujar pria ini.
Sementara itu, di bawah tebing kubur, ahli waris pria akan
bergandeng tangan membentuk lingkaran sambil meratib ma'bong untuk mengiringi
keranda yang diturunkan.
"Ma'bong adalah satu lagu yang melambangkan
ratapan sedih keluarga yang ditinggalkan si mati.
"Bait-bait liriknya juga memberi semangat kepada waris
yang masih hidup untuk lebih bersemangat setelah ketiadaan si mati," katanya.
Setelah peti kusam terbungkus kain merah itu mencapai papan
anjungan, jasad mayat kakek Tumonglo dikeluarkan.
"Setelah dikeluarkan, mayat akan ditempatkan dalam
posisi berdiri sebelum dibawa berjalan pulang ke rumah.
"Sesampainya di rumah, kerangka akan dibersihkan
menggunakan sikat halus.
"Dalam upacara ma'nene, waris harus memastikan mayat
tidak menyentuh tanah dalam kondisi sekali pun. Itu pantang larangnya.
"Bila mayat sudah bersih, pakaiannya diganti dengan
persalinan baru. Tahun ini, saya memilih kemeja batik serta sepasang corak
berwarna hitam untuk kakek.
"Setelah semuanya selesai, mayat akan terus dibiarkan
berdiri. Jika si mati itu adalah orang tua, anak-anak akan pergi kepadanya dan
memberi tunduk hormat.
"Jika si mati masih memiliki orang tua, mayat akan
dibawa berjalan untuk menghadap orang tuanya untuk mendapatkan sembah restu dan
memohon doa," katanya lagi.
Inilah adat yang berlaku di Tana Toraja Kalimantan Selatan. Tentu
berbeda dengan banyak ajaran agama, apalagi Islam. Tapi kita tetap harus
menghormatinya.
0 comments:
Post a Comment