Kisah nyata ini terjadi pada zaman Nabi. Tentang seorang wanita
yang telah melakukan dosa besar yaitu Zina dan bertekad kuat untuk taubat dari
perbuatannya tersebut. Pandangan matanya tertunduk. Sorot matanya menyiratkan
penyesalan yang mendalam. Perutnya tampak membesar karena hamil.
“Wahai Rasulullah, aku telah berzina. Aku layak mendapatkan
hukuman rajam. Maka tegakkanlah hukuman had atas diriku,” wanita itu
benar-benar ingin bertaubat. Ia memahami, dosa zina tidak mendapatkan ampunan
secara sempurna kecuali dengan benar-benar bertaubat dan hukuman had
ditegakkan. Ia meminta dirajam, dan ia tahu bahwa rajam akan merenggut
nyawanya.
Nabi tidak langsung
menjawab. Sebab dalam Islam, dosa zina yang tidak diketahui orang lain,
pengadilan tak bisa menuntutnya. Secara Fiqih, hukuman had atas zina ditegakkan
jika ada empat saksi yang melihat perbuatan keji tersebut. Tapi wanita ini
datang sendiri mengakui.
“Janin dalam perut ini adalah buktinya ya Rasulullah,”
lanjut wanita itu meyakinkan bahwa ia pantas dirajam.
“Pulanglah. Setelah bayimu lahir, barulah engkau kembali ke
sini,” demikian keputusan Rasulullah. Sungguh, beliau adalah Nabi yang selalu
dibimbing wahyu. Beliau adalah hakim yang paling bijaksana sedunia. Kasih
sayang adalah jiwa dari setiap keputusannya. Tidak mungkin bagi beliau
menghukum seorang wanita yang tengah hamil. Bagaimana nasib kandungannya?
Selain itu, menurut banyak ulama, Rasulullah juga memberikan kesempatan kepada
wanita tersebut agar ia konsentrasi menjaga janinnya, menjaga bayinya dan
terlupa dengan permintaan hukuman yang ia ajukan hari itu.
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Beberapa bulan
kemudian, wanita itu melahirkan. Lalu ia pun kembali menghadap Rasulullah. “Ya
Rasulullah, aku wanita yang beberapa bulan lalu menghadapmu meminta ditegakkan
had atasku. Maka rajamlah aku,” demikian kira-kira pinta wanita itu. Dan
kembali Rasulullah menolak permintaan itu. Beliau memintanya untuk merawat dulu
anaknya, hingga masa persusuan selesai.
Ternyata wanita itu tidak lupa. Ia datang lagi setelah masa
menyusui anaknya ia anggap cukup. “Ya Rasulullah, aku wanita yang dulu datang
menghadapmu meminta ditegakkan had atasku. Maka rajamlah aku.” Permintaan itu
akhirnya dikabulkan Rasulullah. Beliau pun menegakkan hukum had atasnya. Hingga
ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Ketika Rasulullah menshalati jenazah wanita itu, Umar bin
Khatab heran. “Wahai Rasulullah, mengapa Engkau menshalatinya padahal wanita
itu telah berzina?”
Beliau pun menjawab, “Wanita ini telah bertaubat dengan
taubat yang seandainya taubatnya tersebut dibagi kepada 70 orang dari penduduk
Madinah maka itu bisa mencukupi mereka. Apakah engkau dapati taubat yang lebih
baik dari seseorang mengorbankan jiwanya karena Allah Ta’ala?”
Masya Allah… Sungguh luar biasa wanita tersebut. Bahkan ia
memperoleh kedudukan yang sangat mulia di sisi Allah dan dalam pandangan
Rasulullah. Taubatnya mencukupi untuk 70 orang dan taubatnya digolongkan
sebagai taubat terbaik.
Di dunia ini, tak ada orang yang bersih dari dosa dan
kesalahan kecuali Nabi yang dijaga Allah (ma’shum). Dan seperti hadits
Rasulullah, sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang mengikutinya dengan
taubat. Sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang mau bertaubat dari
dosanya. Kita semua punya dosa, tetapi Allah membukakan pintu taubat untuk
kita. Pertanyaannya, maukah kita bertaubat… dan seperti apa kualitas taubat
kita? [Kisahikmah.com )
0 comments:
Post a Comment