Kisah yang diriwayatkan oleh Ja’far bin Muhammad, yang
memiliki sanad dari ayahnya, lalu dari kakeknya ini merupakan kisah teladan
tentang pribadi keponakan dan menantu Rasulullah, yaitu Sayyidina Ali, suami putri Rasulullah Fatimah. Suatu ketika, cerita kakek Ja’far, Sayyidina Ali bin Abi
Thalib karramaLlahu wajhah pulang ke rumahnya selepas silaturahim kepada
Rasulullah.
Di rumah itu Ali menjumpai istrinya, Sayyidah Fathimah,
sedang duduk memintal, sementara Salman al-Farisi berada di hadapannya tengah
menggelar wol.
“Wahai perempuan mulia, adakah makanan yang bisa kau berikan
kepada suamimu ini?” tanya Ali kepada istrinya.
“Demi Allah, aku tidak mempunyai apapun. Hanya enam dirham
ini, ongkos dari Salman karena aku telah memintal wol,” jawabnya. “Uang ini
ingin aku belikan makanan untuk (anak kita) Hasan dan Husain.”
“Bawa kemari uang itu.” Fathimah segera memberikannya dan
Ali pun keluar membeli makanan.
Tiba-tiba ia bertemu seorang laki-laki yang berdiri sambil
berujar, “Siapa yang ingin memberikan hutang (karena) Allah yang maha menguasai
dan mencukupi?” Sayyidina Ali mendekat dan langsung memberikan enam dirham di
tangannya kepada lelaki tersebut.
Fatimah menangis saat mengetahui suaminya pulang dengan
tangan kosong. Sayyidina Ali hanya bisa menjelaskan peristiwa secara apa
adanya.
“Baiklah,” kata Fathimah, tanda bahwa ia menerima keputusan
dan tindakan suaminya.
Sekali lagi, Sayyidina Ali bergegas keluar. Kali ini bukan
untuk mencari makanan melainkan mengunjungi Rasulullah. Di tengah jalan seorang
Badui yang sedang menuntun unta menyapanya. “Hai Ali, belilah unta ini dariku.”
”Aku sudah tak punya uang sepeser pun.”
“Ah, kau bisa bayar nanti.”
“Berapa?”
“Seratus dirham.”
Sayyidina Ali sepakat membeli unta itu meskipun dengan cara
hutang. Sesaat kemudian, tanpa disangka, sepupu Nabi ini berjumpa dengan orang
Badui lainnya.
“Apakah unta ini kau jual?”
“Benar,” jawab Ali.
“Berapa?”
“Tiga ratus dirham.”
Si Badui membayarnya kontan, dan unta pun sah menjadi
tunggangan barunya. Ali segara pulang kepada istrinya. Wajah Fatimah kali ini
tampak berseri menunggu penjelasan Sayyidina Ali atas kejadian yang baru saja dialami.
“Baiklah,” kata Fatimah selepas mendengarkan cerita
suaminya.
Ali bertekad menghadap Rasulullah. Saat kaki memasuki pintu
masjid, sambutan hangat langsung datang dari Rasulullah. Nabi melempar senyum
dan salam, lalu bertanya, “Hai Ali, kau yang akan memberiku kabar, atau aku
yang akan memberimu kabar?”
“Sebaiknya Engkau, ya Rasulullah, yang memberi kabar
kepadaku.”
“Tahukah kamu, siapa orang Badui yang menjual unta kepadamu
dan orang Badui yang membeli unta darimu?”
“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” sahut Ali
memasrahkan jawaban.
“Sangat beruntung kau, wahai Ali. Kau telah memberi pinjaman
karena Allah sebesar enam dirham, dan Allah pun telah memberimu tiga ratus
dirham, 50 kali lipat dari tiap dirham. Badui yang pertama adalah malaikat
Jibril, sedangkan Badui yang kedua adalah malaikat Israfil (dalam riwayat lain,
malaikat Mikail).”
Kisah yang bisa kita baca dari kitab al-Aqthaf ad-Daniyah
ini menggambarkan betapa ketulusan Ali dalam menolong sesama telah membuahkan
balasan berlipat, bahkan dengan cara dan hasil di luar dugaannya.
Keluasan hati istrinya, Fathimah, untuk menerima
keterbatasan juga melengkapi kisah kebersahajaan hidup keluarga ini. Dukungan
penuh dari Fathimah telah menguatkan sang suami untuk tetap bermanfaat bagi
orang lain, meski untuk sementara waktu mengabaikan kepentingannya sendiri: makan.(nuonline)
0 comments:
Post a Comment