Sholat adalah ibadah wajib yang harus dilakukan oleh setiap
muslim dalam keadaan apapun. Bahkan ketika tidak mampu berdiri, boleh dengan
duduk atau berbaring. Tapi bolehkah sholat sunnah dengan duduk jika tidak
sakit? Untuk menjawab pertanyaan akhi Wawan, perlu diperhatikan beberapa poin
berikut untuk selanjutnya dapat diambil sebuah istimbath atau kesimpulan hukum.
Pertama, shalat adalah ibadah yang harus mengikuti tata cara
hingga bacaannya dari Rasulullah saw.
Sebagaimana beliau saw tegaskan, “Shalatlah sebagaimana
kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari). “Melihat” beliau shalat bermakna
harus ada dalil yang melandasi, sebagaimana yang tertera dalam rangkaian
hadits-hadits.
Kedua, hukum shalat secara umum (fardhu dan sunnah) terkait
dengan kemampuan orang yang shalat diatur dengan tidak ada paksaan atau
semampunya. Sebagaimana dilegitimasikan oleh Rasul saw, “Shalatlah sambil
berdiri, maka jika tidak mampu diperkenankan dengan duduk, dan jika tidak mampu
lagi (duduk), maka shalat dengan berbaring.” (HR. Bukhari).
Inilah yang disebut dengan rukhshah atau keringanan karena
ada udzur syar’i yang menghalangi kemampuan menunaikan shalat dengan berdiri
(hukum asal). Dalam kondisi rukhshah, baik dalam shalat fardhu maupun shalat
sunnah maka nilai pahalanya adalah sempurna, seperti yang melakukan dengan
berdiri. Demikian pula dalam shalat fardhu, jika masih mampu, maka tidak
diperkenankan melakukan seperti dengan dalih hukum adanya udzur syar’i.
Ketiga, adapun mengenai shalat sunnah, sebagaimana
disebutkan oleh Sayyid Sabiq dalam karya monumentalnya, Fikih Sunnah, ada hukum
khusus dalam shalat sunnah, yaitu terkait dibolehkannya menunaikanya sambil
duduk, meskipun ia masih mampu berdiri atau tidak ada udzur syar’i. Hal ini
juga sebagaimana dinyatakan oleh Imam Hasan al-Bashri yang berpendapat boleh
shalat sunnah dengan duduk.
Namun perlu diperhatikan, jika melihat dalil yang digunakan,
dapat katakan bahwa nilai pahalanya menjadi separuh dari yang tetap
melaksanakan sambil berdiri. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa
Abdullah bin Amru bin al-Ash pernah bertanya kepada Rasul saw tentang seseorang
yang shalat sunnah sambil duduk. Rasulullah saw menjawab, “Dia mendapat separuh
dari shalat dengan berdiri.” (HR. Ahmad).
Legitimasi boleh shalat sunnah sambil duduk juga dikuatkan
dengan penjelasan Aisyah ra tentang shalat Malam Rasulullah saw, tepatnya
ketika ditanya oleh Abdullah bin Syaqiq. Aisyah menjawab, “Beliau shalat malam
sangat lama sambil berdiri dan kadang sambil duduk. Jika beliau melaksanakan
shalat malam dengan berdiri ketika membaca surah, maka demikian pula ketika
rukuk. Jika beliau melakukan shalat malam dengan duduk ketika membaca surah,
maka demikian pula ketika rukuk.” (HR. Muslim)
Keempat, Oleh karena itu, jika Anda melihat ada orang yang
shalat sunnah sambil duduk, maka ia diperkenankan oleh syariat. Namun tetap
lebih utama –jika tidak ada udzur—untuk melakukan dengan berdiri, normal
seperti hukum asalnya. Hal ini berdasarkan bunyi sabda Rasul saw, “Jika shalat
sambil berdiri, maka itu lebih afdhal. Jika shalat sambil duduk, maka pahalanya
separuh dari yang berdiri. Barangsiapa shalat sambil tidur, itu separuh dari
pahala orang yang duduk.” (HR. Bukhari).
Dan penting dicatat, tentu legitimasi tersebut tidak tepat
jika dilakukan sebagai dalih “bermalas-malasan” shalat, setiap kali shalat
sunnah, dan terus dilakukan tanpa menghiraukan mengoptimalkan kemampuan.
Demikian pula lebih utama dihindari bila ditakutkan menjadi salah paham bagi
khalayak umum yang masih belum mengetahui tentang hukumnya.
0 comments:
Post a Comment