Membicarakan mengenai sosok Pahlawan Devisa alias para
Tenaga Kerja Indonesia kerap kali diliputi pada kisah memilukan. Jika kamu
pernah menonton film MINGGU PAGI DI VICTORIA PARK, mungkin kamu bisa melihat
kehidupan para TKW dari sisi yang berbeda. Namun apa yang terjadi pada TKW yang
satu ini sungguhlah memilukan dan membuat sedih.
Dia adalah Satinah binti Jumadi yang berasal dari Jawa
Tengah. Berbeda dengan para TKW yang bertahun-tahun bekerja di Arab dan menunggu
pulang kampung membuka usaha, Satinah harus menghitung hari kapan dia
di-eksekusi. Ya, pengadilan Buraidah, Arab Saudi menetapkan Satinah bersalah
karena membunuh majikan perempuannya Nura Al Gharib, mengapa begitu? Dilansir
berbagai sumber, inilah kisah pilu Satinah.
1. Awal Kasus Bermula
Kasus Satinah binti Djumadi sendiri sudah ramai
diperbincangkan semenjak beberapa tahun silam. Semua dimulai ketika TKW asal
kabupaten Ungaran itu melakukan pembunuhan pada awal Juni 2009. Satinah membunuh
majikan perempuannya, Nura al Gharib yang dipicu lantaran dia sering dianiaya
dan diperlakukan tidak senonoh oleh majikan dan keluarganya.
Saat pembunuhan itu terjadi, Satinah dan Nura sedang berada
di dapur. Menurut penuturan Satinah, Nura menganiaya dirinya dengan cara
mencoba membeturkan ke tembok dan Satinah berusaha menyelamatkan diri dengan
memukulkan adonan roti ke tengkuk Nura yang langsung tak sadarkan diri.
2. Dihukum di Negeri Orang
Satinah pun mengakui perbuatannya dengan cara menyerahkan
diri. Meskipun begitu, Satinah dianggap mencuri uang majikannya sebesar SAR
37.970 atau sekitar Rp 115,6 jutaan. Saat di penjara, korban rupanya koma dan
kemudian meninggal. 3 tahun awal di penjara, 5 kali persidangan Satinah kurang
mendapat perhatian dari staff KBRI di Arab Saudi.
Dia telah dipenjara di kota Gaseem semenjak tahun 2009,
melalui vonis pengadilan Syariah tingkat pertama hingga Kasasi di tahun 2010,
Satinah diganjar hukuman mati (Qishash) karena terbukti melakukan pembunuhan
berencana. Satinah seharusnya divonis bulan Agustus 2011 namun diperpanjang
sebanyak tiga kali yaitu pada Desember 2011, Desember 2012 dan Juni 2013.
3. Dipermainkan Hukum?
Setelah menerima hukuman, Satinah meminta perlindungan ke
kantor KBRI di Arab Saudi. Dengan bantuan Gubernur kota Gaseem, akhirnya
dicapai kesepakatan pemaafan dengan membayar uang Diyat sebesar SAR 500 ribu
atau sekitar 1,5 miliar rupiah sebagai pengganti hukuman Qishash.
Namun rupanya pihak keluarga korban di Arab kemudian
menaikkan besaran uang Diyat itu menjadi SAR 10 juta atau mencapai 30 miliar
rupiah sehingga kasus Satinah ini terendus pula oleh pemerintah di Indonesia
dan dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di
Luar Negeri.
4. Dipenjara Tetap Bekerja
Kini hampir tujuh tahun sudah Satinah mendekam di penjara
wilayah Al Gaseem, Arab Saudi. Keluarganya di Indonesia pun sempat berkunjung
ke sana dan bertutur bahwa Satinah tetap sehat dan pasrah. Melalui keluarganya,
Satinah mengakui jika dia bersalah dan siap melakukan hukuman pancung. Bahkan
selama di penjara Satinah mendapat perlakuan baik, seperti dilansir Kompas.
Satinah rupanya membuat kerajinan tangan berupa tasbih dan
tas yang menghasilkan uang mencapai SAR 150 atau sekitar 450 ribu rupiah.
Sepertinya bagi Satinah, dia ingin menjalani kehidupan dengan tetap optimis.
5. Tarik Ulur Soal Penebusan
Menurut pengadilan Gaseem, pihak keluarga korban Nura
al-Gharib memberikan tenggat waktu bagi Satinah pada 14 Desember 2012 untuk
membayar uang Diyat. Sebelumnya pihak ahli waris Nura memang mematok uang
tebusan mencapai SAR 10 juta (sekitar 30 miliar rupiah) yang kemudian
diturunkan menjadi SAR 7 juta (Rp 21 miliaran) karena menilai pembunuhan
Satinah adalah spontan.
Meskipun begitu dilansir Merdeka, pemerintah melalui Satgas
pelindungan TKI menahan nilai uang tebusan di angka SAR 4 juta (sekitar Rp 12,1
miliaran).
6. Eksekusi 3 April 2014
Sepertinya kisah miris Satinah memang begitu mengiris hati.
Setelah pihak keluarga korban menolak uang ganti rugi SAR 4 juta (Rp 12,1
miliar) pada Februari silam, maka kini Satinah seakan menunggu waktu menuju
hari eksekusi dirinya oleh algojo pengadilan Arab. Beruntung bagi Satinah,
pemerintah Arab Saudi masih memberikan waktu sekitar dua bulan.
Meskipun begitu seperti dilansir Kompas, jika dua bulan
tidak ada kesepakatan soal uang Diyat yang dipatok keluarga sebesar SAR 7 juta
(Rp 21,3 miliaran) maka Satinah akan dihukum mati pada 3 April 2014.(kapanlagi)
0 comments:
Post a Comment