Sebagai umat Islam kita semua tentu sudah maklum bahwa bulan
Ramadhan adalah bulan yang teramat penting dalam Islam. Kedatangannya pun
selalu ditunggu-tunggu. Sebab bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah,
rahmat dan ampunan. Amal-amal sholeh di dalamnya dilipatgandakan sebanyak yang
Allah kehendaki. Di dalamnya juga ada Lailatul Qodr yang lebih baik dari seribu
bulan.
Namun sayang, ternyata masih banyak ummat Islam yang belum
bisa menjalani Ramadhan dengan benar. Makak wajar jika kemudian Rasulullah SAW
bersabda,
“Berapa banyak orang yang berpuasa (tapi) tak memperoleh
apa-apa dari puasanya selain rasa lapar dan dahaga belaka”. (HR. Ibnu Majah
& Nasa’i)
Bisa jadi salah satu dari orang yang dimaksud dalam hadis
diatas adalah kita. Agar puasa kita betul-betul menjadi puasa yang sempurna, di
bawah ini saya sampaikan beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh umat
Islam. Semoga poin-poin kesalahan yang acap kali masih terulang dan
menghinggapi sebagian besar umat ini dapat memberi kita arahan dan panduan agar
puasa kita tahun ini, lebih paripurna dan bermakna.
1. Merasa sedih, malas, loyo dan tak bergairah menyambut
bulan suci Ramadhan
Acapkali perasaan malas segera menyergap mereka yang enggan
menahan rasa payah dan penat selama berpuasa. Mereka berasumsi bahwa puasa
identik dengan istirahat, break dan aktifitas-aktifitas non-produktif lainnya, sehingga
ini berefek pada produktifitas kerja yang cenderung menurun. Padahal puasa
mendidik kita untuk mampu lebih survive dan lebih memiliki daya tahan yang kuat.
Sejarah mencatat bahwa kemenangan-kemenangan besar dalam futuhaat (pembebasan
wilayah yang disertai dengan peperangan) yang dilancarkan oleh Rasul dan para
sahabat, terjadi di tengah bulan Ramadhan.
Semoga ini menjadi motivator bagi kita semua, agar tidak
bermental loyo & malas dan tidak berlindung di balik kata “Aku sedang
puasa”.
2. Berpuasa tapi enggan melaksanakan shalat fardhu lima waktu
Ini penyakit yang –diakui atau tidak– menghinggapi sebagian
umat Islam, mereka mengira bahwa Ramadhan cukup dijalani dengan puasa semata, tanpa
mau repot mengiringinya dengan ibadah shalat fardhu. Padahal shalat dan puasa
termasuk rangkaian kumulatif (rangkaian yang tak terpisah/satu paket) rukun
Islam, sehingga konsekwensinya, bila salah satunya dilalaikan, maka akan
berakibat gugurnya predikat “Muslim” dari dirinya.
3. Berlebih-lebihan dan boros dalam menyiapkan dan
menyantap hidangan berbuka serta sahur
Ini biasanya menimpa sebagian umat yang tak kunjung dewasa
dalam menyikapi puasa Ramadhan, kendati telah berpuluh-puluh kali mereka
melakoni bulan puasa tetapi tetap saja paradigma mereka tentang ibadah puasa
tak kunjung berubah. Dalam benak mereka, saat berbuka adalah saat “balas
dendam” atas segala keterkekangan yang melilit mereka sepanjang + 12 jam sebelumnya,
tingkah mereka tak ubahnya anak berusia 8-10 tahun yang baru belajar puasa
kemarin sore.
4. Berpuasa tapi juga melakukan ma’siat
Asal makna berpuasa bermakna menahan diri dari segala
aktifitas, dalam Islam, ibadah puasa membatasi kita bukan hanya dari aktifitas
yang diharamkan di luar Ramadhan, bahkan puasa Ramadhan juga membatasi kita
dari hal-hal yang halal di luar Ramadhan, seperti; Makan, minum, berhubungan
suami-istri di siang hari.
Kesimpulannya, jika yang halal saja kita dibatasi, sudah
barang tentu hal yang haram, jelas lebih dilarang. Sehingga dengan masa
training selama sebulan ini akan mendidik kita menahan pandangan liar kita, menahan
lisan yang tak jarang lepas kontrol, dsb.
“Barang siapa yang belum mampu meninggalkan perkataan dosa (dusta,
ghibah, namimah dll.) dan perbuatan dosa, maka Allah tak membutuhkan puasanya (pahala
puasanya tertolak).
5. Sibuk makan sahur sehingga melalaikan shalat shubuh, sibuk
berbuka sehingga melupakan shalat maghrib
6. Masih tidak merasa malu membuka aurat (khusus wanita
muslimah)
Sebenarnya momen Ramadhan bila dijalani dengan segala
kerendahan hati, akan mampu menyingkap hijab ketinggian hati dan kesombongan
sehingga seorang Muslimah akan mampu menerima segala tuntunan dan tuntutan
agama ini dengan hati yang lapang. Menutup aurat, misalnya, akan lebih mudah
direalisasi ketimbang di bulan selain Ramadhan. Mari kita hindari sifat-sifat
nifaq yang pada akhir-akhir ini sangat diumbar dan dianggap sah, Ramadhan serba
tertutup, saat lepas Ramadhan, lepas pula jilbabnya, inilah sebuah contoh
pemahaman agama yang parsial (setengah-setengah), tidak utuh.
6. Menghabiskan waktu siang hari puasa dengan tidur
berlebihan
Barangkali ini adalah akibat dari pemahaman yang kurang
tepat dari sebuah hadits Rasul yang berbunyi “Tidurnya orang yang berpuasa
adalah ibadah” Memang selintas perilaku tidur di siang hari adalah sah dengan
pedoman hadits diatas, namun tidur yang bagaimana yang dimaksud oleh hadits
diatas? Tentu bukan sekedar tidur yang ditujukan untuk sekedar menghabiskan
waktu, menunggu waktu ifthar (berbuka) atau sekedar bermalas-malasan, sehingga
tak heran bila sebagian -besar- umat ini bermental loyo saat berpuasa Ramadhan.
Lebih tepat bila hadits diatas difahami dengan; Aktifitas
tidur ditengah puasa yang berpahala ibadah adalah bila ; Tidur proporsional
tersebut adalah akibat dari letih dan payahnya fisik kita setelah beraktifitas;
Mencari rezeki yang halal, beribadah secara khusyu’ dsb.
Tidur proporsional tersebut diniatkan untuk persiapan
qiyamullail (menghidupkan saat malam hari dengan ibadah) Tidur itu diniatkan
untuk menghindari aktifitas yang –bila tidak tidur- dikhawatirkan akan
melanggar rambu-rambu ibadah Ramadhan, semisal ghibah (menggunjing), menonton
acara-acara yang tidak bermanfaat, jalan-jalan untuk cuci mata dsb.
Pemahaman hadits diatas nyaris sama dengan pemahaman hadits
yang menyatakan bahwa bau mulut orang yang berpuasa lebih harum daripada minyak
misk (wangi) disisi Allah, bila difahami selintas maka akan menghasilkan
pengamalan hadits yang tidak proporsional, seseorang akan meninggalkan
aktifitas gosok gigi dan kebersihan mulutnya sepanjang 29 hari karena ingin
tercium bau wangi dari mulutnya, faktanya bau mulut orang yang berpuasa tetap saja
akan tercium kurang sedap karena faktor-faktor alamiyah, adapun bau harum
tersebut adalah benar adanya secara maknawi tetapi bukan secara lahiriyah, secara
fiqh pun, bersiwak atau gosok gigi saat puasa adalah mubah (diperbolehkan)
7. Meninggalkan shalat tarwih tanpa udzur/halangan
Benar bahwa shalat tarawih adalah sunnah tetapi bila dikaji
secara lebih seksama niscaya kita akan dapatkan bahwa berpuasa Ramadhan minus
shalat tarawih adalah suatu hal yang disayangkan, mengingat amalan sunnah di
bulan ini diganjar sama dengan amalan wajib.
8. Masih sering meninggalkan shalat fardhu 5 waktu secara
berjama’ah tanpa udzur/halangan ( terutama untuk laki-laki muslim )
Hukum shalat fardhu secara berjama’ah di masjid di kalangan
para fuqaha’ adalah fardhu kifayah, bahkan ada yang berpendapat bahwa hukumnya
adalah fardhu `ain, berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang mengisahkan bahwa
beliau rasanya ingin membakar rumah kaum Muslimin yang tidak shalat berjama’ah
di masjid, sebagai sebuah ungkapan atas kekecewaan beliau yang dalam atas
kengganan umatnya pergi ke masjid.
9. Bersemangat dan sibuk beribadah sunnah selama Ramadhan
tetapi setelah Ramadhan berlalu, shalat fardhu lima waktu masih tetap saja dilalaikan
Ini pun contoh dari orang yang tertipu dengan Ramadhan, hanya
sedikit lebih berat dibanding poin-poin diatas. Karena mereka Hanya beribadah
di bulan Ramadhan, itupun yang sunnah-sunnah saja, semisal shalat tarawih, dan
setelah Ramadhan berlalu, berlalu pula ibadah shalat fardhunya.
10. Semakin jarang membaca Al Qur’an dan maknanya
11. Semakin jarang bershadaqah
12. Tidak termotivasi untuk banyak berbuat kebajikan
13. Tidak memiliki keinginan di hatinya untuk memburu
malam Lailatul Qadar
Poin nomor 8, 10, 11, 12 dan 13 secara umum, adalah indikasi-indikasi
kecilnya ilmu, minat dan apresiasi yang dimiliki oleh seseorang terhadap bulan
Ramadhan, karena semakin besar perhatian dan apresiasi seseorang kepada
Ramadhan, maka sebesar itu pula ibadah yang dijalankannya selama Ramadhan.
14. Biaya belanja & pengeluaran ( konsumtif ) selama
bulan Ramadhan lebih besar & lebih tinggi daripada pengeluaran di luar
bulan Ramadan (kecuali bila biaya pengeluaran itu untuk shadaqah)
15. Lebih menyibukkan diri dengan belanja baju baru, camilan
& masak-memasak untuk keperluan hari raya pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Padahal ini adalah hari-hari yang oleh Rasulullah SAW kita diminta untuk
lebih bersemangat dalam beribadah.
16. Lebih sibuk memikirkan persiapan hari raya daripada
amalan puasa
Mereka lebih sibuk apa yang dipakai di hari raya dibanding
memikirkan apakah puasanya pada tahun ini diterima oleh Allah Ta’aala atau
tidak Orang-orang yang biasanya mengalami poin-poin nomor 14, 15 dan 16 adalah
orang-orang yang tertipu oleh “fatamorgana Ramadhan”, betapa tidak ? Pada hari-hari
puncak Ramadhan, mereka malah menyibukkan diri mereka dan keluarganya dengan
belanja ini-itu, substansi puasa yang bermakna menahan diri, justru membongkar
jati diri mereka yang sebenarnya, pribadi-pribadi “produk Ramadhan” yang nampak
begitu konsumtif, memborong apa saja yang mereka mampu beli. Tak terasa ratusan
ribu hingga jutaan rupiah mengalir begitu saja, padahal di luar Ramadhan, belum
tentu mereka lakukan. Semoga sentilan yang menyatakan bahwa orang Islam tidak
konsisten dengan agamanya, karena di bulan Ramadhan yang seharusnya bersemangat
menahan diri dan berbagi, ternyata malah memupuk semangat konsumerisme dan
cenderung boros, dapat menggugah kita dari “fatamorgana Ramadhan”.
Semoga Allah menganugerahi kita dengan rahmat-Nya, sehingga
mampu menghindari kesalahan-kesalahan yang kerap kali menghinggapi mayoritas
umat ini, amin. Hanya dengan keikhlasan, perenungan dan napak tilas Rasul, insya
Allah kita mampu meng-up grade (naik kelas) puasa kita, wallaahu a’lam bis
shawaab.
0 comments:
Post a Comment