Wanita yang hamil di luar nikah
karena berzina atau karena dipaksa, tentu menanggung lebih berat beban
disamping keluarganya. Karena itu pada kasus-kasus seperti ini kemudian
keluarga mencarikan jalan agar wanita yang hamil tersebut dapat bersuami
sebelum melahirkan. Artinya dia harus menikah!. Bagaimana hukumnya menikahi
wanita hamil seperti ini?
Para Ulama telah sepakat bahwa
yang harus menikahi perempuan hamil itu adalah pria yang menghamilinya. Ibnu
'Abbas r.a. pernah ditanya tentang seorang pemuda yang berzina, kemudian ia
bertobat dan ingin menikahi wanita yang dizinainya sebagai jalan menutup aib
wanita tersebut, maka beliau menjawab;
أوله سفاح,
وآخره نكاح, والحرام لا يحرم الحلال
"Awalnya adalah sifah
(zina) dan diakhirnya adalah nikah. Yang haram tidak mengharamkan yang halal
".
Jika anak yang dikandung lahir
setelah enam bulan dari tanggal terjadinya akad pernikahan, maka nasab anak itu
diikutkan kepadanya. Namun jika lahir kurang dari enam bulan, maka nasab tidak ikut
kepadanya.
Tentang menikahi wanita yang
telah hamil ini ada 2 pendapat dari para ulama:
Pendapat pertama;
1) Pandangan Imam Syafi'ie dan
juga Imam Abu Hanifah;
Wanita yang hamil karena berzina
harus dikawini baik oleh pria yang berzina dengannya atau dengan pria lain,
namun tidak boleh mensetubuhinya sampai ia melahirkan anak yang dikandungnya
menurut pandangan Imam Abu Hanifah.
Menurut Imam Syafi'ie; makruh
mensetubuhinya dalam kondisi hamilnya itu. Untuk pandangan ini, tidak ada
kehormatan untuk zina yang mewajibkan
iddah atas wanita yang berzina. Oleh karena itu, perempuan yang hamil karena
zina bisa dinikahi oleh pria yang berzina dengannya atau pria lain sekalipun ia
sedang hamil.
Hanya saja jika ia sedang hamil
dilarang mensetubuhinya (menurut mazhab hanafi) atau dimakruhkan (menurut
mazhab Syafi'ie) sampai ia melahirkan anak. Selain itu-menurut pandangan ini
juga-jika wanita yang berzina itu memiliki suami, suaminya boleh mensetubuhinya
tanpa perlu menunggu waktu iddah tertentu sebagaimana pandangan kedua nanti.
Pendapat kedua;
2) Pandangan ini merupakan
pendapat Imam Rabi'ah, as-Tsauri, al-Auza'ie dan Ishaq dan ia merupakan
pegangan mazhab Imam Malik dan mazhab Imam Ahmad.
Wanita yang hamil karena berzina
tidak boleh dinikahi sampai ia melahirkan anaknya. Ini karena menurut mereka,
wanita yang melakukan persetubuhan zina wajib atasnya beriddah selama tiga kali
haid atau tiga bulan (menurut pendapat Imam Malik) atau dengan melahirkan anak
jika ia hamil.
Jika wanita yang berzina itu
memiliki suami, haram atas suaminya mensetubuhinya sampai selesai iddahnya itu.
Kesimpulannya; menurut pandangan ini, wanita yang berzina tidak boleh dikawini
kecuali setelah selesai iddahnya yaitu tiga kali suci atau tiga bulan. Jika ia
hamil tidak boleh dikawini kecuali setelah melahirkan. Selain itu mereka
menambahkan satu lagi syarat yaitu
wanita itu harus sudah bertobat dari zina.
Wallahu A'lam.
(Lihat; Ahkam al-Marah al-Hamil,
Yahya Abd. Rahman al-Khatib, hlm. 75).
0 comments:
Post a Comment