Bencana Sering Melanda, Mari Kita Instropeksi Diri Melalui
Hadis Nabi - Ketika terjadi bencana alam, paling tidak ada tiga analisa
yang sering diajukan untuk mencari penyebab terjadinya bencana tersebut.
Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan. Kedua, sebagai
ujian dari Tuhan. Ketiga, Sunnatullah dalam arti gejala alam atau hukum alam
yang biasa terjadi. Untuk kasus Indonesia ketiga analisa tersebut semuanya
mempunyai kemungkinan yang sama besarnya.
Jika bencana dikaitkan dengan dosa-dosa bangsa ini bisa saja
benar, sebab kemaksiatan sudah menjadi kebanggaan baik di tingkat pemimpin
(struktural maupun kultural) maupun sebagian rakyatnya, perintah atau ajaran
agama banyak yang tidak diindahkan, orang-orang miskin diterlantarkan. Maka
ingatlah firman Allah:
”Jika Kami
menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup
mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan daiam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya
perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,”
(Al-Isra’[17]: 16).
Apabila dikaitkan dengan ujian, bisa jadi sebagai ujian
kepada bangsa ini, khususnya kaum Muslimin agar semakin kuat dan teguh
keimanannya dan berani untuk menampakkan identitasnya. Sebagaimana firman
Allah:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan
begitu saja mengatakan: Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diujilagi?”(
Al-Ankabut [29:2).
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan gejala alam pun besar
kemungkinannya, karena bumi Nusantara
memang berada di bagian bumi yang rawan
bencana seperti gempa, tsunami dan letusan gunung. Bahkan, secara keseluruhan
bumi yang ditempati manusia ini rawan akan terjadinya bencana, sebab hukum alam
yang telah ditetapkan Allah SwT atas bumi ini dengan ber bagai hikmah yang
terkandung di dalamnya. Seperti pergerakan gunung dengan berbagai konsekuensinya.
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu kamu sangka dia tetap
di tempatnya, padahal gunung-gunung itu bergerak sebagaimana
awanbergerak.(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh segala
sesuatu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".( QS.
Al-Naml [27]: 88).
Di samping harus tetap bersikap optimis dan berupaya
mengenali hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan atas alam ini, adalah bijak
untuk terus melakukan introspeksi terhadap keseriusan kita dalam menaati
perintah-perintah Allah SwT dan menghitung-hitung kedurhakaan kita
kepada-Nya.Sabda Rasulullah saw yang diriwayat kan Imam Tirmidzi di bawah ini
patut menjadi renungan bagi bangsa ini atas berbagai bencana yang menimpa
secara bertubi tubi.
Dari Abu Hurairah ra berkata; bersabda Rasulullah saw
“Apabila kekuasaan dianggap keuntungan, amanat dianggap ghanimah (rampasan),
membayar zakat dianggap merugikan, beiajar bukan karena agama (untuk meraih
tujuan duniawi semata), suami tunduk pada istrinya, durhaka terhadap ibu,
menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah, bersuara keras
(menjerit jerit) di masjid, orang fasig menjadi pemimpin suatu bangsa, pemimpin
diangkat dari golongan yang rendah akhiaknya, orang dihormati karena takut pada
kejahatannya, para biduan dan musik (hiburan berbau maksiat) banyak digemari,
minum keras/narkoba semakin meluas, umat akhir zaman ini sewenang-wenang
mengutuk generasi pertama kaum Muslimin (termasuk para sahabat Nabi saw,
tabi’in dan para imam muktabar). Maka hendaklah mereka waspada karena pada saat
itu akan terjadi hawa panas, gempa,longsor dan kemusnahan. Kemudian diikuti
oleh tanda-tanda (kiamat) yang lain seperti untaian permata yang berjatuhan
karena terputus talinya (semua tanda kiamat terjadi).”(HR. Tirmidzi)
Jika kita cermati hampir semua penyebab bencana yang disebut
Rasulullah saw dalam Hadits tersebut tengah melanda bangsa ini. Pertama,
masalah kepemimpinan, amanah dan penguasa. Jika suatu bangsa memilih pemimpin
yang tidak memenuhi syarat, baik (shalih), cakap/cerdas dan kompeten (gawiy)
dan amanah (amin), maka kebangkrutan dan kehancuran sebuah bangsa tinggal menunggu waktu saja. Se bab,
pemimpin seperti itu menganggap kekuasaan bukan sebagai amanah untuk
menciptakan kesejahteraan dan ketentraman bagirakyatnya, tetapi sebagal sarana
dan kesempatan untuk memperkaya diri dan
bersenang-senang.
Akibatnya, perilaku korupsi merajalela, penindasan dan
pemiskinan menjadi pemandangan yang lumrah, dan kebangkrutan moral menjadi hal
yang sangat sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, memilih pemimpin atau
pejabat harus hatihati dan selektif, sebab mereka akan memanggul amanah yang
sangat berat.
Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika
amanat disia-siakan, maka tunggulah saatnya (kehancuran). Abu Hurairah
bertanya; “Bagaimana amanat itu disia-siakan wahai Rasulullah?, Beliau
menjawab,”Jika suatu urusan diserahkan pada orang yang bukan ahlinya (tidak
memenuhi syarat)”. ( H R. Bukhari).
Kedua, orang kaya tidak menunaikan kewajibannya. Zakat
adalah kewajiban minimal bagi orang kaya untuk peduli kepada orang miskin. Jika
kewajiban minimal ini tidak ditunaikan, maka kegoncangan social tdak bisa
ditawar-tawarlagi, karena tindakan orang miskin yang terampas haknya tidak bisa
dipersalahkan. Sehingga azab Allah menjadi keharusan (Al-Isra’: 16). Demikian
intisari istinbathAmirul Mu’minin Umar bin Khathab ra yang didukung Ibnu Hazm
rahimallahu ta’ala.
Ketiga, hilangnya ketulusan dan kebijakan para ulama dan
cendekiawan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penguasa dan pengusaha (orang
kaya) itu akan menjadi-jadi jika ulama/cendekiawan sebagai pilar penting suatu
bangsa yang bertugas untuk memberi peringatan dan beroposisi secara loyal
terseret ke dalam kepentingan pragmatis para penguasa dan pengusaha tersebut.
Aktualisasinya bisa berwujud pada terbitnya fatwa-fatwa
pesanan yang tidak memihak orang-orang lemah dan tertindas serta opini yang
menyesatkan dan membingungkan umat sebagai akibat terialu banyak menerima
pemberian yang tidak jelas dan sering mengemis pada musuh-musuh Islam dan
bangsa pada umumnya. Karena ketulusan telah hilang, para ulama pun menjadi
orang yang membuat gaduh di masjid dengan perdebatan dan berbantahan mengenai
hal yang sudah diputuskan dengan jelas oleh Allah dan Rasul-Nya.
Pada akhirnya, bukan hanya perintah Allah dan Rasul-Nya yang
tidak diperhatikan dan disia-siakan. Akan tetapi para sahabat Rasul dan
generasi mereka sesudahnya (ulama dari kalangan tabi’in
dantabi’tabi’in)sebagaigenerasiterbaik umat Muhammad saw menjadi bahan
olok-olok dan ejekan dalam perbincangan mereka dengan merendahkan dan
mencampakkan kezuhudan dan hasil ijtihad mereka yang cemerlang.
Jika ketiga pilar bangsa penguasa, pengusaha dan ulama atau
cendekiawan sudah tidak menjalankan fungsi yang semestinya, maka kebangkrutan
moral yang lain seperti durhaka pada orangtua, suami yang manut pada hawa nafsu
istrinya, mewabahnya khamr (narkoba) dan kesenangan pada hiburan yang memancing
keliaran syahwat menjadi pemandangan yang biasa. Pada saatitu”kemarahan” Tuhan
dipastikan tidak bias dihalang-halangi untuk menghancurkan bangsa yang durhaka.
Yang tidak kalah penting dan harus menjadi perhatian kita
semua adalah kurangnya amar ma’ruf nahi munkar diantara kita. Padahal
dalam hadis sudah dijelaskan bahwa jika amar ma’ruf nahi munkar ini tidak
dijalankan, maka azab Allah akan menimpa bukan hanya yang berbuat maksiat, tapi
kepada semua yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh kecil jika kita membiarkan
orang lain membuang sampah di sungai, maka ketika terjadi banjir bukan hanya si
pembuang sampah yang terkena dampaknya, tapi kita yang melakukan pembiaran juga
akan terkena. [ muhammadiyah-islampos]
0 comments:
Post a Comment