RibuanTentara Israel Bunuh Diri. Mengapa? | Trauma
akibat perang yang sudah terjadi lebih enam dekade ini sebenarnya tidak saja dialami
oleh penduduk Palestina.Sebaliknya, tentara sekutu terutama tentara Zionis Israel
juga mengalami tekanan psikologis yang serius sehingga ada yang terdorong untuk
bunuh diri.
Dalam satu penelitian yang dilakukan sekelompok profesor Israel dari Pusat Trauma Israel untuk Korban Kekerasan dan Perang, Universitas Tel Aviv dan Universitas Haifa yang dipimpin Dr. Avi Bleich menemukan tentara Israel mengalami tekanan emosi, gangguan psikologis dan trauma setelah berperang dengan penduduk Palestina.
"Dalam penelitian kami, prajurit Israel yang terlibat dalam operasi militer terhadap penduduk Palestina mengalami gangguan rasa bersalah, tidak senang hati, membenci diri sendiri dan menyesal karena tidak yakin apakah mereka berada di pihak yang benar.
"Meskipun penelitian ini difokuskan kepada veteran perang yang terlibat ketika Intifada kedua dan meninggalkan layanan sejak 10 tahun lalu, namun hasil wawancara yang dilakukan saya yakin tidak jauh beda dengan trauma yang dihadapi militer hari ini.
"Setelah wawancara dengan hampir 230 tentara pria dan wanita, kebanyakan merasa bersalah tentang kebenaran moral tugas mereka.
"Diperkirakan setengah dari tentara di perbatasan menyesal karena bersikap kejam terhadap warga sipil, satu per tiga dari mereka mengaku melakukan kejahatan sementara 17.4 persen menyadari tingkah laku mereka memalukan.
" Yang paling mereka kesalkan, mereka terpaksa menyerang dan membunuh warga sipil tanpa alasan yang kuat.
"Pernah seorang bekas tentara menangis sambil berkata, dia diperintahkan menangkap anak karena menginginkan informasi tentang keluarganya yang terlibat dengan Al-Qassam.
"Saat dalam tahanan, anak-anak yang baru mencapai umur delapan tahun ini memohon untuk mengasihaninya, jangan menahannya dan jangan membunuhnya," kata Bleich.
Lanjutnya, meskipun telah lama meninggalkan Palestina, kebanyakan tentara masih trauma dan tidak mendapatkan bantuan psikologis.
"Tidak heran mengapa sejak tahun 1980 sampai hari ini ribuan tentara Israel memilih untuk bunuh diri," katanya.
Dalam satu penelitian yang dilakukan sekelompok profesor Israel dari Pusat Trauma Israel untuk Korban Kekerasan dan Perang, Universitas Tel Aviv dan Universitas Haifa yang dipimpin Dr. Avi Bleich menemukan tentara Israel mengalami tekanan emosi, gangguan psikologis dan trauma setelah berperang dengan penduduk Palestina.
"Dalam penelitian kami, prajurit Israel yang terlibat dalam operasi militer terhadap penduduk Palestina mengalami gangguan rasa bersalah, tidak senang hati, membenci diri sendiri dan menyesal karena tidak yakin apakah mereka berada di pihak yang benar.
"Meskipun penelitian ini difokuskan kepada veteran perang yang terlibat ketika Intifada kedua dan meninggalkan layanan sejak 10 tahun lalu, namun hasil wawancara yang dilakukan saya yakin tidak jauh beda dengan trauma yang dihadapi militer hari ini.
"Setelah wawancara dengan hampir 230 tentara pria dan wanita, kebanyakan merasa bersalah tentang kebenaran moral tugas mereka.
"Diperkirakan setengah dari tentara di perbatasan menyesal karena bersikap kejam terhadap warga sipil, satu per tiga dari mereka mengaku melakukan kejahatan sementara 17.4 persen menyadari tingkah laku mereka memalukan.
" Yang paling mereka kesalkan, mereka terpaksa menyerang dan membunuh warga sipil tanpa alasan yang kuat.
"Pernah seorang bekas tentara menangis sambil berkata, dia diperintahkan menangkap anak karena menginginkan informasi tentang keluarganya yang terlibat dengan Al-Qassam.
"Saat dalam tahanan, anak-anak yang baru mencapai umur delapan tahun ini memohon untuk mengasihaninya, jangan menahannya dan jangan membunuhnya," kata Bleich.
Lanjutnya, meskipun telah lama meninggalkan Palestina, kebanyakan tentara masih trauma dan tidak mendapatkan bantuan psikologis.
"Tidak heran mengapa sejak tahun 1980 sampai hari ini ribuan tentara Israel memilih untuk bunuh diri," katanya.
0 comments:
Post a Comment