Empat kejadian di bawah ini mungkin hanya rekaan semata.
Tapi bisa jadi semuanya pernah kita alami dengan ibu kita, dengan seting waktu
dan tempat yang berbeda. Semuanya menunjukkan bahwa seorang ibu selalu
berbohong kepada anak-anaknya dalam situasi seperti ini. Demi anak-anaknya. Ya,
demi anak-anaknya.
KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering
meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah. Ibu
berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi
untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan
mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di sampingku dan
memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas
sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga
tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu
dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah Nak, ibu tidak suka makan
ikan.”
KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang
dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk
ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi
kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku,
melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan
pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata, “Ibu, tidurlah, udah malam,
besok pagi ibu masih harus kerja.”
Ibu tersenyum dan berkata :”Cepatlah tidur Nak, ibu tidak
capek.”
KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat
menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai
menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama
beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai.
Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam
botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan
dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh,
aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum.
Ibu berkata :”Minumlah nak, ibu tidak haus!”
KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus
merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu,
dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun
semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga
yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat
rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga
yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara,
seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras
kepala tidak mengindahkan nasihat mereka,
Ibu berkata : “Ibu tidak butuh cinta.”
(Islampos)
0 comments:
Post a Comment