Salah
satu wanita hebat yang tercatat dalam
sejarah adalah Asiyah. Tidak banyak yang tahu barangkali bahwa di sisi Fir’aun,
raja yang sombong dan mengaku dirinya sebagai tuhan itu ada seorang wanita yang
diam-diam menyembunyikan keimanannya kepada Allah. Dan apa yang terjadi ketika
keimanan yang dia simpan itu diketahui oleh Fir’aun?
Katakan
yang benar meskipun itu pahit. Sabda Rasulullah SAW ini menjiwai ketegaran
Asiyah, istri Fir’aun, sejak ribuan tahun silam ketika suaminya yang angkuh itu
memaksannya menanggalkan kebenaran.
Dalam
‘Uqudul Lujjain, Syekh Nawawi al-Bantani menceritakan hikayat awal keimanan
Asiyah dari kesuksesan Nabi Musa AS mengalahkan tukang sihir suruhan Fir’aun. Penguasa
otoriter yang mengaku dirinya sebagai Tuhan ini menantang Nabi Musa adu
kebenaran dengan saling “unjuk kebolehan”.
Asiyah
yang menyaksikan peristiwa tersebut akhirnya jatuh cinta pada ajaran Nabi Musa.
Mukjizat telah terbentang, dan kebatilan terbukti gugur di hadapan kebenaran
tauhid. Istri Fir’aun ini pun mantab menyatakan beriman.
Fir’aun
betul-betul tidak terima dengan keputusan istrinya. Ia mengikat kedua tangan
dan kaki Asiyah pada empat buah tiang. Tubuhnya dipaksa menatap sengatan
matahari. Fir’aun dan pengikutnya lantas meninggalkan Asiyah begitu saja bak
bangkai kadal yang terkapar di atas pasir.
Penderitaan
perempuan malang
ini belum berakhir. Karena beberapa saat kemudian, Fir’aun memerintahkan anak
buahnya melemparinya dengan batu besar. Dalam perih, Asiyah berutur, “Wahai
Tuhanku, dirikanlah rumah untukku di sisimu di dalam surga.”
Seketika
itu ia melihat sebuah rumah yang terbuat dari marmer putih. Lalu nyawanya
dicabut, sebelum tubuhnya ditimpa batu besar hingga ia tidak merasakan sakit.
Fir’aun
dalam kisah ini memperlihatkan kezaliman yang tiada batas. Ia tak segan-segan menyiksa, bahkan membunuh, setiap orang yang
berseberangan dengan dirinya, tak terkecuali istrinya sendiri.
Perilaku
Fir’aun ini juga menandai adanya
struktur kekuasaan yang hegemonik dalam kehidupan bernegara sehingga akses
kritik atau berpendapat secara bebas menjadi buntu. Dalam konteks kehidupan
rumah tangga, Fir’aun sedang memamerkan dominasi laki-laki atas perempuan yang
menjadi faktor ketidakharmonisan dan kekerasan dalam sebuah keluarga.
Sebaliknya,
Asiyah mengajarkan kepada kita semua tentang kesabaran dalam menghadapi cobaan
berat. Siksaan hebat dari Fir’aun tak menggoyangkan pilihannya terhadap ajaran
tauhid. Berkat ketabahan dan keteguhannya menggenggam prinsip ini, Asiyah
justru mendapat perlindungan dan kemuliaan. (nu online)
0 comments:
Post a Comment